Tuesday 13 March 2018

MAKALAH AKAD MUDHARABAH


Makalah

AKAD MUDHARABAH

Oleh :
KELOMPOK II

ADI HIDAYATULLAH
NURCHALIS
RAMADHAN







UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUTANSI
BANDA ACEH
2015


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini.
Sesuai dengan sifat keterbatasan manusia, Kami menyadari bahwa Makalah yang disusun ini  masih banyak kekurangan, Walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat ini dan untuk itu pula kami mengharapkan saran serta kritikan dari semua pihak baik dari Bapak dosen atau pembaca dari makalah ini.
Dan harapan kami mudah-mudahan makalah yang disusun ini  dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan sebagai akhir kata, Kami mengucapkan terima kasih.


                                                                      Banda Aceh, 25 April 2015

                                                Penulis





          DAFTAR ISI       
Kata Pengantar .....................................................................................     i
Datar Isi ................................................................................................    ii
BAB I Pendahuluan .............................................................................               1
          1.1      Latar Belakang ..............................................................        1
          1.2      Rumusan Masalah .........................................................       2
          1.3      Tujuan Pembahasan .......................................................       2
BAB II Pembahasan .............................................................................               3
2.1      Pengertian Akad Mudharabah.........................................   3
2.2      Syarat dan Rukun Mudharabah .....................................    4
2.3      Jenis – jenis Mudharabah .....………… …….............    5
2.4      Hikmah Akad Mudharabah......................................    5
2.5      Asas – Asas Perjanjian Mudharabah............................   6
2.6      Sebab Batalnya Akad Mudharabah...........................   7
BAB III Penutup ..................................................................................        8
            3.1   Kesimpulan ......................................................................         8

Daftar Pustaka ......................................................................................        9



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Munculnya bank syari’ahmakapropogandanyadikatakansebagai bank bagihasil.Hal inidilakukanuntukmembedakan bank syari’ahdangan bank konvensional yang beroperasionaldengansistembunga.Namunpraktik bank syari’ahbelumsepenuhnyamenggunakansistembagihasil.Karenaselainsistembagihasilmasihadasistemjualbeli, sewamenyewa.Dengandemikian, bank syari’ahmemilikiruanggerakproduk yang lebihluasdibandingkandengan bank konvensional.
Dalamoperasional bank Syariah, mudharabahmerupakansalahsatubentukakadpembiayaan yang akandiberikankepadanasabahnya. Sistemdarimudharabahinimerupakanakadkerjasamausahaantaraduapihakdimanapihakpertamamenyediakanseluruh modal, sedangkanpihaklainnyamenjadipengelola. Keuntunganusahadibagimenurutkesepakatan yang dituangkandalamkontrak.Dalampenentuankontraknya, harusdilakukandiawalketikaakanmemulaiakadmudharabahtersebut.
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib( si pengelola) dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.


B.         RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Mudharabah
B.     Syarat dan Rukun Mudharabah
C.     Jenis-jenis Mudharabah
D.    Hikmah Mudharabah
E.     Asas-asas Perjanjian Mudharabah
F.      Sebab-sebab Batalnya Mudharabah

C.        TUJUAN MAKALAH
Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar Mahasiswa mengetahui apa itu Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah, Pembatalan Mudharabah dan lain lain.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akad Mudharabah

Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis.
Sedangkanpengertianmudharabah yang secarateknisadalahsuatuakadkerjasamauntuksuatuusahaantaraduabelahpihakdimanapihak yang pertama( shahibulmaal ) menyediakanseluruhmodalnyadansedangkanpihal yang lain menjadipengelolanya.KeuntungandariusahanyatersebutsecaraMudharabahakandibagihasilnyamenurutkesepakatan yang telahdisepakatipadaperjanjianawal, danapabilausahatersebutmengalamikerugianmakakerugiantersebutakanditanggungolehpihakpemodalselamakerugiantersebutbukandisebabkankelalaianpengelola modal. Dan jikakerugiantersebutdisebabkankarenakecuranganataukelalaianpengelola modal, makapengelola modal yang harusbertanggungjawabataskerugian yang telahdialaminya.
Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)”.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik harta menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui”.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang menentukan seseorang menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan”.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersama-sama.”
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa Mudharabah ialah: “Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalmnya diterima penggantian.”
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah “akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian”.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah ”Akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”


B.     Syarat dan Rukun Mudharabah
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1.      Harta atau Modal
a.       Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b.      Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c.       Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.

2.      Keuntungan
a.       Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b.      Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.       Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima) dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.      Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
2.      Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3.  Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul)[

SedangkanmenurutUlamaSyafi’iyahlebihmemerincilagimenjadi lima yaitu :
1.      Modal
2.      Pekerjaan
3.      Laba
4.      Shighat
5.      Dan 2 Orang akad



C.   Jenis – Jenis Akad Mudhdaraba

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal (shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.


D.     Hikmah Mudharabah

Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang yang pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya tersebut.



E.      Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1.      Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2.      Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.
3.      Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.
4.      Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
5.      Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6.      Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7.      Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8.      Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9.      Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan nisbah (prosentase).
10.  Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian Mudharabahitu.


F.    Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.      Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal  dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.
Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2.      Pengelola atau mudharib  sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
3.      Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah  akan menjadi batal.
Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah  disepakati.
Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
AkadMudharabahharusbejalansesuaidenganketentuan-ketentuansyari’ahdimanasipengelolaharusmenjalankanusahanyadengan rasa tanggungjawab yang tinggi, sesuaidenganprisipSyari’ahdanberupaya agar usahanyatidakterjadikerugian.Kerugianbisa di akibatkanolehbeberapahal, yaitu:
1. Disebabkanolehresikobisnis;
2. Disebabkanolehmusibahataubencanaalamdan
3. Disebabkanolehkelalaianataupenyimpangan yang dilakukanolehsipengelola.
















DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syarbini, Muhammad,  Mugni Al-Muhtaj, Juz II
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani,  Alauddin, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-I’tishom, 2008)
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), bandung; sinar baru algesindo, 2011.