Makalah
AKAD MUDHARABAH
Oleh :
KELOMPOK II
ADI HIDAYATULLAH
NURCHALIS
RAMADHAN
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUTANSI
BANDA ACEH
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kekuatan kepada kami sehingga
dapat menyelesaikan Makalah ini.
Sesuai dengan sifat keterbatasan manusia,
Kami menyadari bahwa Makalah yang disusun ini
masih banyak kekurangan, Walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin
dalam membuat ini dan untuk itu pula kami mengharapkan saran serta kritikan
dari semua pihak baik dari Bapak dosen atau pembaca dari makalah ini.
Dan harapan kami mudah-mudahan makalah yang
disusun ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan sebagai akhir kata, Kami
mengucapkan terima kasih.
Banda Aceh, 25 April 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
..................................................................................... i
Datar Isi
................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang
.............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah
......................................................... 2
1.3 Tujuan Pembahasan
....................................................... 2
BAB II Pembahasan
............................................................................. 3
2.1 Pengertian
Akad Mudharabah......................................... 3
2.2 Syarat
dan Rukun Mudharabah ..................................... 4
2.3 Jenis
– jenis Mudharabah .....………… …….............
5
2.4 Hikmah
Akad Mudharabah...................................... 5
2.5 Asas
– Asas Perjanjian Mudharabah............................ 6
2.6 Sebab
Batalnya Akad Mudharabah........................... 7
BAB III Penutup
.................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan
...................................................................... 8
Daftar Pustaka ...................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Munculnya bank
syari’ahmakapropogandanyadikatakansebagai bank bagihasil.Hal
inidilakukanuntukmembedakan bank syari’ahdangan bank konvensional yang
beroperasionaldengansistembunga.Namunpraktik bank
syari’ahbelumsepenuhnyamenggunakansistembagihasil.Karenaselainsistembagihasilmasihadasistemjualbeli,
sewamenyewa.Dengandemikian, bank syari’ahmemilikiruanggerakproduk yang
lebihluasdibandingkandengan bank konvensional.
Dalamoperasional bank Syariah,
mudharabahmerupakansalahsatubentukakadpembiayaan yang
akandiberikankepadanasabahnya.
Sistemdarimudharabahinimerupakanakadkerjasamausahaantaraduapihakdimanapihakpertamamenyediakanseluruh
modal, sedangkanpihaklainnyamenjadipengelola.
Keuntunganusahadibagimenurutkesepakatan yang
dituangkandalamkontrak.Dalampenentuankontraknya,
harusdilakukandiawalketikaakanmemulaiakadmudharabahtersebut.
Akad mudharabah merupakan salah satu
produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang
disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah
(selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad
pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu
bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor,
10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan
Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah
adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
Akad
mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya
(perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan
pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang
telah digunakan mudharib( si pengelola) dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan
pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari
keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya
diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu,
kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan
yang ada didalamnya.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian
Mudharabah
B. Syarat
dan Rukun Mudharabah
C. Jenis-jenis
Mudharabah
D. Hikmah
Mudharabah
E. Asas-asas
Perjanjian Mudharabah
F. Sebab-sebab
Batalnya Mudharabah
C. TUJUAN MAKALAH
Makalah ini dibuat dengan tujuan
selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar Mahasiswa mengetahui apa
itu Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah, Pembatalan Mudharabah dan lain
lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Mudharabah
Kata
mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah,
karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk
menjalankan bisnis.
Sedangkanpengertianmudharabah
yang
secarateknisadalahsuatuakadkerjasamauntuksuatuusahaantaraduabelahpihakdimanapihak
yang pertama( shahibulmaal ) menyediakanseluruhmodalnyadansedangkanpihal yang
lain
menjadipengelolanya.KeuntungandariusahanyatersebutsecaraMudharabahakandibagihasilnyamenurutkesepakatan
yang telahdisepakatipadaperjanjianawal,
danapabilausahatersebutmengalamikerugianmakakerugiantersebutakanditanggungolehpihakpemodalselamakerugiantersebutbukandisebabkankelalaianpengelola
modal. Dan jikakerugiantersebutdisebabkankarenakecuranganataukelalaianpengelola
modal, makapengelola modal yang harusbertanggungjawabataskerugian yang
telahdialaminya.
Beberapa ulama memberikan pengertian
mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah
ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak
menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang
telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah
“Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik
jasa”.
Malikiyah berpendapat bahwa
mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan
hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang
ditentukan (mas dan perak)”.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa
Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik harta menyerahakan hartanya dengan ukuran
tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang
diketahui”.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa
Mudharabah adalah: ” Akad yang menentukan seseorang menyerahakan hartanya
kepada orang lain untuk ditijarahkan”.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah
berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Seseorang menyerahkan harta kepada yang
lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersama-sama.”
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah
al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa Mudharabah ialah: “Seseorang
memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalmnya diterima penggantian.”
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah
ialah “akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah
uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian”.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah
ialah ”Akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”
B. Syarat dan Rukun Mudharabah
Syarat yang harus
dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1. Harta atau Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas
jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus
dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan
dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang
menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus
dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat
dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada
shahib al-mal.
Menurut madzhab
Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak yang
menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima) dari
pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika
pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut
jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik
modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah
orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa.
Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang
diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang
berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3.
Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab)
dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik
modal (qabul)[
SedangkanmenurutUlamaSyafi’iyahlebihmemerincilagimenjadi lima yaitu :
1.
Modal
2.
Pekerjaan
3.
Laba
4.
Shighat
5.
Dan 2 Orang akad
C. Jenis – Jenis Akad Mudhdaraba
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal
(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan
digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan
tempat usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan
kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.
D. Hikmah Mudharabah
Sebagian
orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya.
Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai
kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah
ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik
harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal),
sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan
demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak
menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah dari
Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan
kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling menyayangi
antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang yang
pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya
tersebut.
E. Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam
perjanjian Mudharabah adalah;
1. Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara
formal maupun informal, secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan
ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar
perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian Mudharabah dapat pula
dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa mudharib, dapat pula
dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.
3. Pada hakekatnya kewajiban utama shahib
al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan,
maka perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.
4. Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang
yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
5. Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib
menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6. Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok
dana investasi kepada shahib al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib
al-mal.
7. Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib
dipatuhi mudharib.
8. Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan
atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9. Shahib al-mal harus menentukan bagian
tertentu dari laba kepada mudharib dengan nisbah (prosentase).
10.
Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut.
Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya
jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak,
yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan
kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian
Mudharabahitu.
F. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya
Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan
mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan,
maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang
dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang
berhak untuk diberi upah.
Semua laba yang
dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika
terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib
dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian
kecuali karena kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola
berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik
modalnya, maka Mudharabah akan menjadi
batal.
Jika pemilik modal yang
wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris
pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya
sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan
tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh
(barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya,
karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju
dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal
dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan
dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut
madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
AkadMudharabahharusbejalansesuaidenganketentuan-ketentuansyari’ahdimanasipengelolaharusmenjalankanusahanyadengan
rasa tanggungjawab yang tinggi, sesuaidenganprisipSyari’ahdanberupaya agar
usahanyatidakterjadikerugian.Kerugianbisa di akibatkanolehbeberapahal, yaitu:
1. Disebabkanolehresikobisnis;
2. Disebabkanolehmusibahataubencanaalamdan
3. Disebabkanolehkelalaianataupenyimpangan yang dilakukanolehsipengelola.
DAFTAR
PUSTAKA
Asy-Syarbini,
Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, Juz II
Syafei,
Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani, Alauddin, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i,
Juz VI
Sabiq,
Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-I’tishom,
2008)
Rasjid,
sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), bandung; sinar baru algesindo, 2011.