BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Seiring perkembangan dunia usaha
yang semakin kompleks, berkembang pula praktek kejahatan dalam bentuk
kecurangan (froud) ekonomi. Jenis frond yang terjadi pada berbagai negara biasanya
berbeda, karena dalam hal ini praktek frond antara lain di pengaruhi jenis hukum
di Negara yang bersangkutan. Pada negara maju dengan kehidupan ekonomis yang
stabil, praktik froud cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan.
Sedangkan pada Negara berkrmbang seperti Indonesia ,praktik froun cenderung
memiliki modus banyak untuk dilakukan.
Menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic
auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu
keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk
melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu
investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan
investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik
sering juga diartikan sebagai audit investigasi.
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari
forensic accounting. Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis
keuangan tahun 1977 Pada mulanya, di Amerika Serikat, Bermula dari penerapan
akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi
(dan bukan audit) forensik. Sekarang pun kadar akuntansinya masih terlihat,
misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara,
maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata.
Dengan demikian,
Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan
antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau
bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Tujuan dari
penelitian ini ialah untuk memberikan pemahaman yang lebih lanjut bagi pembaca
mengenai audit forensik, perbedaan antara audit forensik dengan audit
tradisional (keuangan), tujuan serta praktik ilmu audit forensik dan peran
seorang auditor forensik.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Pengertian Audit Forensik
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu
audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara
kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa
diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), forensic accounting/auditing merujuk kepada fraud examination.
Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:“Forensic accounting is the application of accounting, auditing,
and investigative skills to provide quantitative financial information about
matters before the courts.”
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief
dari Journal of Forensic Accounting (JFA) Akuntansi forensik adalah akuntansi
yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah
perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial
atau administratif”.
Dengan demikian, Audit Forensik bisa
didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di
lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif
yang bisa digunakan di muka pengadilan.Karena sifat dasar dari audit forensik
yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama
dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak
kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan.
Audit
Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit
forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya
fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan
ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan
menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit
forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.
Perbandingan antar kedua audit tesebut dapat
dilihat pada table di bawah ini:
Audit Tradisional
|
Audit
Forensik
|
|
Waktu
|
Berulang
|
Tidak berulang
|
Lingkup
|
Laporan Keuangan secara umum
|
Spesifik
|
Hasil
|
Opini
|
Membuktikan fraud (kecurangan)
|
Hubungan
|
Non-Adversarial
|
Adversarial (Perseteruan hukum)
|
Metodologi
|
Teknik Audit
|
Eksaminasi
|
Standar
|
Standar Audit
|
Standar Audit dan Hukum Positif
|
Praduga
|
Professional Scepticism
|
Bukti awal
|
Perbedaan yang paling teknis antara Audit
Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit
Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan.
Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen,
observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit
Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam
audit forensik sudah menjurus secara spesifik untuk menemukan adanya fraud.
Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi fraud secara lebih
mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh
karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip teknik yang digunakan
detektif untuk menemukan pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan
antara lain adalah metode kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset,
deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan, analisa kamera tersembunyi
(surveillance), wawancara mendalam, digital forensic, dan sebagainya.
2.3 Tujuan
dan Praktik Ilmu Audit Forensik
Tujuan dari audit
forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud).
Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.
Untuk mendukung proses identifikasi
alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan
potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh
kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi
tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.
Sedangkan praktik ilmu audit forensic adalah sebagai
berikut yaitu
1. Penilaian risiko fraud
Penilaian
risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensic
yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam
perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang
memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya
bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya
fraud tersebut.
2.
Deteksi dan investigasi fraud
Dalam
hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud
dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum
yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi,
pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.
3.
Deteksi kerugian keuangan
Audit
forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan
negara yang disebabkan tindakan fraud.
4.
Kesaksian ahli (Litigation Support)
Seorang
auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang
berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus
yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa
kasus dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka
pengadilan.
5. Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah
yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian kinerja perusahaan atau
seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang
ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap
hukum atau peraturan.
Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor
BPK, BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat
CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat
legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit
forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan
investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi
ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam
mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum
dipraktikan di Indonesia.
Penggunaan audit
forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang luar
biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun
KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu
mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI
sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa
mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit investigatif
dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK meskipun
memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang sedemikian
kental dalam kasus tersebut.
2.4 Tugas
Auditor Forensik
Seorang auditor
forensik harus memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified Fraud Examiner
(CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud Examiner (CFr.E)
untuk sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri. Dengan sertifikasi tersebut menunjukkan seseorang dimaksud telah
mempunyai kemampuan khusus atau spesialis dalam mencegah dan memberantas
kejahatan perbankan atau fraud lainnya. Sertifikat CFE maupun CFr.E merupakan
wujud sebuah pengakuan dengan standar tertinggi yang memiliki keahlian dalam
semua aspek dari profesi antifraud
Auditor forensik
bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping
tugas auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation), ada juga peran auditor forensik dalam bidang hukum di luar
pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian
perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung
dampak pemutusan/pelanggaran kontrak. Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua
bagian yaitu:
1. jasa
penyelidikan (investigative services)
Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan
atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi
mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi
2. jasa
litigasi (litigation services).
Jasa
litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan
jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi,
seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus
menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik
di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk
membantu memecahkan masalah.
2.5 Peranan Auditor Forensik
Dalam
beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah ke
kasus kecurangan (fraud) kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau
korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan
untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Audit
Forensik dapat diterapkan dalam kasus 1) kecurangan bisnis atau kecurangan
pegawai seperti transaksi tidak sah,manipulasi laporan keuangan. 2) Investigasi
kasus kriminal seperti Money-laundering , kejahatan asuransi.3) Perselisihan
antar pemegang saham atau partnership. 4) Kerugian bisnis atau perusahaan. 5)
Perselisihan perkawinan.
Objek
audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur
penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan
keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil
pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara,
atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup
kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang
menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam
kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun
penugasan auditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi
auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa.
Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat
bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.
BAB
III
PENUTUP
\
3.1 Kesimpulan
Tujuan
audit forensik sangat khusus sehingga penyusunan program maupun pelaksanaan
auditnya sangat berbeda dengan audit biasa karena digunakan untuk mengumpulkan
bukti-bukti yang cukup dan kompeten sehingga kasus kriminal yang sedang
ditangani dapat terungkap.
Oleh
sebab itu, dalam pelaksanaannya amat dibutuhkan auditor-auditor yang memiliki
karakteristik khusus seperti memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified
Fraud Examiner (CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud
Examiner (CFr.E) untuk sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri yang bisa di
percaya untuk mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, dan dapat
menemukan adanya penyimpangan. Kasus yang biasa di hadapi penyelewengan
terhadap catatan-catatan akuntansi, penyimpangan prosedur akuntansi dan
korupsi, juga memeriksa kasus-kasus tuntutan perdata seperti ganti rugi,
asuransi, persengketaan pemegang saham dan perusahaan sampai pada gugatan
pembagian harta akibat perceraian.
3.2 Saran
0 komentar:
Post a Comment